Kumurkek, wabumpapua. Com – Pemerintah Kabupaten Maybrat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) resmi meluncurkan kegiatan Pendataan Orang Asli Papua (OAP) sebagai bentuk implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan upaya memperkuat pembangunan berbasis data yang akurat dan adil.

Kepala Disdukcapil Kabupaten Maybrat, Okto Dommi Taruk Allo, melaporkan bahwa kegiatan ini merujuk pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (yang telah diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021), UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (yang telah diubah menjadi UU Nomor 24 Tahun 2013), serta dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) Dinas Dukcapil Kabupaten Maybrat.

“Pendataan ini bertujuan untuk menciptakan basis data OAP yang akurat, rinci, dan dapat dipertanggungjawabkan, yang nantinya akan menjadi dasar penyusunan kebijakan, pelaksanaan pembangunan, hingga pengalokasian dana secara adil,” ungkap Okto, Senin (6/10/2025).

Ia juga menekankan pentingnya pendataan dalam konteks perlindungan identitas budaya, hak-hak adat, serta penguatan posisi masyarakat adat Papua dalam sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Okto mengungkapkan bahwa berdasarkan data sementara, Kabupaten Maybrat memiliki persentase OAP tertinggi di Papua Barat Daya, yakni lebih dari 90%.

“Kondisi ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan dan pembagian dana Otsus. Jika pendataan dilakukan secara baik dan sistematis, maka keberpihakan anggaran akan sejalan dengan kondisi riil masyarakat,” jelasnya.

Pendataan akan dilakukan selama dua bulan, yakni Oktober hingga November 2025, meliputi 24 distrik, 259 kampung, dan 1 kelurahan. Prosesnya akan menggunakan sistem verifikasi dan validasi langsung di lapangan, termasuk pembersihan (cleansing) data warga yang telah meninggal dunia namun masih tercatat dalam sistem kependudukan.

“Kita tidak boleh membiarkan data orang meninggal tetap aktif. Ini bisa menimbulkan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan hak, seperti pemanfaatan data untuk kepentingan pendidikan, pelayanan kesehatan, hingga politik,” tegasnya.

Kabupaten Maybrat sepakat untuk menggunakan tiga klaster identifikasi OAP, berbeda dari skema empat klaster yang diterapkan di Provinsi Papua Barat. Pendekatan ini dinilai lebih adil dan sesuai dengan konteks lokal di Maybrat dan Papua Barat Daya.

“Di beberapa wilayah kota, penetapan identitas OAP seringkali menimbulkan perdebatan. Tapi di Maybrat, identitas adat dan komunitas sangat jelas. Kami ingin menjaga keadilan dalam penentuan status OAP,” jelasnya.

Pendataan ini didanai oleh APBD Kabupaten Maybrat dan hibah dari Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. Kepala Disdukcapil meminta dukungan penuh dari kepala distrik dan aparat kampung dalam mendampingi proses ini.

Okto juga mengingatkan bahwa sesuai arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), data kependudukan harus dibersihkan dari catatan yang tidak valid. Ia meminta kerja sama dari seluruh kepala distrik dan kampung untuk segera melaporkan warga yang telah meninggal dan memastikan seluruh data terverifikasi dengan baik.

“Satu orang meninggal tapi masih tercatat aktif bisa berdampak buruk. Kita wajib menyisir data ini agar akurat dan tidak menimbulkan penyalahgunaan ke depan,” ucapnya.

Ia juga berharap para pejabat di daerah, terutama ASN, segera memindahkan status kependudukan keluarganya ke Maybrat jika sudah menetap dan bekerja di daerah tersebut.

“Kalau keluarga tinggal di Maybrat tapi masih terdaftar di daerah lain, ini bisa merugikan kuota dan hak OAP kita sendiri,” tambahnya.

Di akhir laporannya, Kepala Disdukcapil menyampaikan bahwa kegiatan ini akan disusul dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dan penyusunan rencana aksi di lapangan. Ia menegaskan bahwa pendataan ini adalah langkah awal untuk memastikan pembangunan Papua benar-benar berpihak pada masyarakat asli yang selama ini menjadi subjek utama Otonomi Khusus.